Sabtu, 26 Juli 2014

ASKEP ATRITIS GOUT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GOUT ARTRITIS
A.    Konsep Teori
1.      Pengertian
Gout adalah penyakit metabolic yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang dan sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah ( Merkie, Carrie, 2005 ).
Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetic pada metabolisme purin atau hiperuricemia ( Brunner & Suddarth, 2001 : 1810 ).
Arthritis pirai ( gout ) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit Kristal asam urat di daerah persendiaan yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.
2.      Etiology
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan Kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolic dalam pembentukan purin dan eksresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Beberapa faktor lain yang mendukung seperti :
a.       Faktor genetic seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan ( Hiperuricemia ), retensi asam urat atau keduanya.
b.      Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang kan menyebabkan :
-          Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia
-          Karena penggunaan obat – obatan yang menurunkan eksresi asam urat seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.
c.       Pembentukan asam urat yang berlebih :
-          Gout primer metabolic disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
-          Gout sekunder metabolic disebabkan pembentukan asam urat berlebih karena penyakit lain seperti leukemia.
d.      Kurang asam urat melalui ginjal
e.       Gout primer renal terjadi karena eksresi asam urat di tubulus distal ginjal yang sehat.
f.       Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal misalnya glomeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
95 % penderita gout ditemukan pada pria. Gout sering menyerang wanita pada post menopause usia 50 – 60 tahun. Juga dapat menyerang laki – laki usia pubertas dan atau usia diatas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metarsofaringeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki.
3.      Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi dan system eksresi asam urat yang tidak adekuat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah ( hiperuricemia ), sehingga mengakibatkan Kristal asam urat menumpuk dalam tubuh. Pennimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan responinflamasi.
Hiperuricemia merupakan hasil :
-          Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal.
-          Menurunnya eksresi asam urat.
-          Kombinasi keduanya.
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam – garam urat yang berakumulasi atau menumuk di jaringan konectif diseluruh tubuh, penumpukan ini disebut tofi. Adanya Kristal memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga menyebabkan inflamasi.
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akan berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan, sebagai berikut :
-          Presipitasi Kristal monosodium urat. Dapat terjadi dalam jaringan bila konsentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Prseipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, janringan para – artikuler misalnya bursa, tendon dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus ( coate ) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan Kristal.
-          Respon leukosit polimorfonukuler ( PMN ). Pembentukan Kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis Kristal oleh leukosit.
4.      Tanda dan gejala
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati, antara lain :
a.       Hiperuricemia asimtomatik
b.      Arthritis gout akut
c.       Tahap interkritis
d.      Gout kronik
Gout akut berupa :
a.       Nyeri hebat
b.      Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang
c.       Sakit kepala
d.      Demam
Gangguan kronik berupa :
a.       Serangan akut
b.      Hiperurisemia yang tidak diobati
c.       Terdapat nyeri dan pegal
d.      Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi ( penumpukan monosodium asam urat dalam jaringan )
5.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang dan pencegahan komplikasi.
Ø  Medikasi
a.       Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0 – 3,0 mg ( dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.
b.      Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik )
c.       Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
d.      Nostreoid, obat – obatan anti  inflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan inflamasi.
e.       Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan.
f.       Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat.
g.      Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat menggunakan probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane ) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2x/hari.
Ø  Perawatan
a.       Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus ), sarden, kerang, ikan herring, kacang – kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo.
b.      Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.
c.       Anjurkan asupa tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
d.      Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak
e.       Anjurkan pasien untuk banyak minum.
f.       Hindari penggunaan alkohol.
B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengumpulan data klien, baik subjektif maupun objektif melalui anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostic.
a.       Anamnesis : Identitas ( Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
b.      Riwayat penyakit sekarang : Pengumulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awal gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. Enting ditanyakan berapa lama pemakaian obat analgesic, allopurinol.
c.       Riwayat penyakit dahulu : Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya gout ( misalnya penyakit gagal ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernakah klien dirawat dengan maslah yang sama. Kaji adanya pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretic.
d.      Riwayat penyakit keluarga : Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout dipenagruhi oleh faktor genetic. Ada produksi/sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.
e.       Riwayat psikososial : Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Respon didapat meliputi adanya kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensanyi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
f.       Pemeriksaan diagnostic : Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanjut, terlihat erosi tulang seperti lubang – lubang kecil ( punch out ).
2.      Diagnosis yang mungkin muncul
a.       Nyeri sendi b/d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus.
b.      Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelamahan otot pada rentang gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan dan pembentukan panus.
c.       Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus.
d.      Perubahan pola tidur b/d nyeri.
3.      Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I : Nyeri sendi b/d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam, nyeri yang dirasakan klien berkurang
Dengan kriteria hasil :
-          Klien melaporkan penelusuran nyeri
-          Menunjukkan perilaku yang lebih rileks
-          Skala nyeri nyeri berkurang dari 0 – 1 atau teratasi.
Intervensi :
a.       Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri kedaerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala 0 – 4.
b.      Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus.
c.       Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan non invasive.
d.      Ajarkan relaksasi : teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri nyeri.
e.       Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
f.       Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung.
g.      Hindarkan klien meminum alkohol, kafein dan diuretic.
h.      Kolaborasi dengan dokter pemberian allopurinol.
Diagnosa II: Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelamahan otot pada rentang gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan dan pembentukan panus.
Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Dengan kriteria hasil :
-          Klien ikut dalam program latihan
-          Tidak mengalami kontraktur sendi
-          Kekuatan otot bertambah
-          Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan koordinasi optimal.
Intervensi :
a.       Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan.
b.      Ajarkan klien melakukan latihan room dan perawatan diri sesuai toleransi.
c.       Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Diagnosa III : Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus.
Tujuan keperawatan : Citra diri meningkat.
Kriteria hasil :
-          Klien mampu mengatakan dan mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi
-          Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
-          Mengakui dan menggabungkan dalam konsep diri
Intervensi :
a.       Kaji perubahan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
b.      Tingkatkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
c.       Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
d.      Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya.
e.       Bersama klien mencari alternative koping yang ositif.
f.       Dukung erilaku atau usaha peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
g.      Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

Selasa, 17 Desember 2013

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI





I.Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolok di atas 90 nnHg. Pada manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer, Suzanne.2002;896).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolic 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. 
(Sylvia A price, 1995;833)
Hipertensi adalah keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari pada 160/ 95 mmHg ( WHO ) juga apabila tekanan darah mencapai 140 / 90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 180 /95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun
( Ulrich S P,1986).

 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
1.      Hipertensi ringan   : Tekanan diastole 90 -100 mmHg
2.      Hipertensi sedang  : tekanan diastole 110- 130 mmHg
3.      Hipertensi berat     : Tekanan diastole > 130 mmHg

Menurut pedoman klinis Diagnisis fan Pengobatan hipertensi ( Barry Jobel MD, Hal 3 tahun 1999 Egc Jakarta ).

Stadium hipertensi :
No
KATEGORI
SISTOLE
DIASTOLE
1
Stadium ringan
140-159
09-99
2
Stadium sedang
160-179
100-109
3
Stadium berat
180-209
110-119
4
Stadium sangat berat
≤ 210
≥120

II. Etiologi
            Etiologi pada hipertensi primer / essensial tidak diketahui namun factor dari hipertensi primer antara lain :
1.       Usia antara umur 30-40 tahun
2.         Jenis kelamin atau seks : pria paling banyak
3.           Keturunan 75%
4.           Obesitas atau kegemukan
5.             Konsumsi garam yang berlebihan, lemak berlebih, dan tinggi kalori.

III. Manifestasi Klinis
            Tanda dan Gejalanya :
1.      Kelelahan , letih
2.      Nafas pendek
3.      Sakit kepala, pusing
4.      Mual, muntah
5.      Gemetar
6.      Nadi cepat setelah aktivitas
7.      Gangguan penglihatan
8.      Sering marah
9.      Mimisan
10.  Kaku pada leher atau bahu

IV.      PATOFISIOLOGI
            Penyebab hipertensi primer tidak dapat diketahui dengan pasti walaupun telah banyak penyebab yang diidentifikasi seperti factor :
1.      Atherosclerosis
2.      Meningkatnya intake sodium
3.      Faktor genetic

v  Emosi /stress
Emosi / stress akan merangsang hipotalamus mempengaruhi saraf simpatis menjadi vasokontriktor akan berpengaruh kerja jantung meningkat dan tensi menjadi naik.

v  Merokok
Nikotin mempengaruhi sekresi rennin menyebabkan pengkakuan pembuluh darah terjadi Atherosclerosis akan meningkatkan kerja jantung dan tensi meningkat.

v  Alkohol
Alkohol mempengaruhi sekresi rennin menyebabkan pengkakuan pembuluh darah terjadi Atherosclerosis akan meningkatkan kerja jantung dan tensi meningkat.

v  Tinggi sodium /garam
Garam mempengaruhi sekresi ADH terjadi retensi urine sehinga volume darah meningkat menyebabkan kerja jantung meningkat dan tensi naik.

v  Tinggi lemak
Lemak  / kolesterol terladi penumpukan lipid pada pembuluh darah akan meningkatkan kerja jantung dan tensi naik.

v  Obesitas
Obesitas akan meningkatkan metabolisme kalori, lemak terjadi penumpukan lemak pada pembuluh darah Atherosclerosis meningkatkan kerja jantung sehingga tensi meningkat.









V. Pathway














































Pencegahan :
1.      Rajin control tekanan darah
2.      Kurangi beban pikiran yang berat
3.      Menurunkan berat badan
4.      Olah raga secara teratur
5.      Memperbanyak makan buah dan sayur
6.      Mengurangi konsumsi garam, ikan asin, daging kambing, jerohan.
7.      Minum air putih 6-8 gelas perhari atau sesuai ajaran petugas kesehatan.
8.      Menghindari merokok dan minum-minuman beralkohol.

Komplikasi :
1.      Stroke
2.      Penurunan fungsi ginjal
3.      Kelainan jantung

I.       DIET RENDAH GARAM
1.      Untuk hipertensi berat tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg.
a.       Tidak boleh menambahkan garam dapur dalam masakan.
b.      Hindari makanan : daging kambing, jerohan, ikan asin dsb.
c.       Perbanyak makan buah dan sayur.
2.      Untuk hipertensi sedang kurang 180/105 mmHg.
a.       Mengkonsumsi ¼ sendok the 1 ( gr ) garam dapur perhari.
b.      Hindari makanan seperti diatas ( daging kambing, jerohan, ikan asin dsb).

VI. Penatalaksanaan
      pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila  pada penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah  diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).


ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
                        Pengkajian ini meliputi identitas pasien, umur, pekerjaan, riwayat penyakit sekarang, dahulu, dan keluarga.
                        Dalam pengkajian Doengoes ( 1999 ) meliputi aktivitas dan latihan, eliminasi, kebiasaan BAB dan BAK, makan dan cairan meliputi kebiasaan makanan dan minuman yang dikonsumsi dari jenis makanan berlemak, kolesterol tinggi, beralkohol, mengandung garam yang tinggi, dan sebagainya. Neuron sensori : gejala sakit kepala, lemas, istirahat, dan tidur, adanya susah tidur, kebiasaan tidur, persepsi kognitif, persepsi klien tentang penyakitnya sedangkan untuk pemeriksaan fisik yang terpenting adalah tanda-tanda vital yaitu tensi darah, adanya kenaikan.
2.      Diagnosa  dan Intervensi Keperawatan
                        Menurut Doengoes ( 1993 ) pada klien hipertensi dapat ditemukan diagnosa dan intervensi keperawatan sebagai berikut :

A. Gangguan perfuasi jaringan sehubungan dengan menurunnya suplai O2 jaringan perifer.
1)      Tujuan : suplai O2 ke jaringan terpenuhi
2)      Kriteria hasil : a) Kulit tampak kemerahan tidak cyanosis
                                 b)Suhu tubuh dalam batas normal 36°C s.d 37°C
                               c) Nadi dalam batas normal ( 60-80 x/mnt )


3)      Intervensi :
a)      Monitor tekanan darah, untuk evaluasi awal gunakan manset yang tepat dan tehnik yang akurat.
                  Rasionalisasi : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan masalah vaskuler.
b)      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral perifer
Rasionalisasi : denyutan karotis, juguralis, radialis dan femoralis mungkin teramati/ terpolasi denyut pada tungkai mungkin menurun mencerminkan efek dan vasokontriksi dan kongesti vena.
c)      Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasionalisasi : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisia kapiler lambat, mungkin kaitannya dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/ penurunan curah jantung
d)     Catat adanya oedem umum / tertentu
Rasionalisasi : dapat mengidentivikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
e)      Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasionalisasi : membantu menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
f)       Batasi aktivitas
Rasionalisasi : menurunkan stress dan ketegangan yang mrmpengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit.
g)      Lakukan tindakan yang nyaman seperti meninggikan kepala di tempat tidur.
Rasionalisasi :mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.
h)      Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Rasionalisasi : respon terhadap terapi obat, tergantung individu efek sinergis obat karena efek sampinh tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah sedikit dan dosis rendah.
Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi.

B. Ganguan rasa nyaman nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
1)      Tujuan : nyeri berkurang / hilang
2)      Kriteria hasil :       a) tekanan darah turun/normal maksimal 140/90mmHg
b) klien tidak merasa pusing / leher tidak terasa kaku lagi
c) klien tampak tenang
3)      Intervensi :
a)      Mempertahankan tirah baring selama masa akut.
Rasionalisasi : meminimalkan stimulasi / maningkatkan relaksasi.
b)      Berikan tindakan non farmakologik untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya : kompres idngin pada dahi, pijat punggung.
Rasionalisasi : tindakan massage bertujuan untuk menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat respon simpatik, efektif dalam menghilangkan nyeri.
c)      Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya : mengejan waktu BAB, batuk panjang dan banyak bergerak.
Rasionalisasi : aktivitas yang meningkat vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada peningkatan tekanan vaskuler.

d)     Bantu klien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala klien juga dapat mengalamio episode hipertensi postural.
e)      Berikan cairan , makanan lunak yang mudah ditelan.
Rasionalisasi : meningkatkan kenyamanan umum dan mengurangi kebutuhan energi/ kelelahan.
f)       Berikan analgetik sesuai indikasi terapi.
Rasionalisasi : menurunkan nyeri dan merangsang system syaraf simpatis.

C.       Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
1)      Tujuan : klien dapat beraktivitas tanpa bantuan
2)      Kriteria hasil :       a)   klien merasa mampu beraktivitas
                                    b)      klien bisa beraktivitas sederhan
3)      Intervensi :
a)      Kaji respon keluarga terhadap aktivitas
Rasionalisasi : mengkaji respon fisiologis terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari aktivitas kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b)      Intruksikan klien tentang teknis penghematan energi
Rasionalisasi : tehnik penghematan energi mengurangi penurunan energi, juga membentu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c)      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

D. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan pusing sekunder dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK).
1)      Tujuan : penderita bisa istirahat dan tidur dengan tenang
2)      Kriteria hasil :       a)  Penderita bisa tidur ±8 jam perhari.
                                    b)      Mata tidak tampak merah.
3)      Intervensi :
a)      Kaji kebiasaan tidur / istirahat
Rasionalisasi : mengkaji perk\lunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
b)      Kaji kebiasaan pengguanaan obat sedative
Rasionalisasi : kebiasaan pemakaian obat sangat sedative sangat mempengaruhi pola tidur.
c)      Ciptakan suasana tenang
Rasionalisasi : memberikan situasi kondusif untuk tidur.
d)     Anjurkan tehnik relaksasi
Rasionalisasi : membantu menginduksi tidur.
e)      Beri posisi tidur yang nyaman
Rasionalisasi : perubahan posisi mengubah cara tekanan dan meningkatkan istirahat.




E.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.
1)      Tujuan : pasien mengerti tentang penyakitnya
2)      Kriteria hasil : pasien dapat mengungkapkan tentang hipertensi, gejala, tanda,    penyebab, komplikasi, dan pencegahannya.
3)      Intervensi :
a)      Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasionalisasi : mengkajio tingkat kemampuan klien, yang mana dapat mempengaruhi minat klien/ orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan terapi dan prognisis serta hambatan yang terjadi dalam proses pengobatan.
b)      Tetapkan dan tentukan tekanan darah normal, jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasionalisasi : memberikan dasar pengetahuan yang benar tentang tekanan darah serta menerangkan faktor-faktor  resiko yang menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.
c)      Bantu klien dalam menidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat diubah, misalnya obesitas, diet tnggi lemak jenuh dan kolesterol, merokok, alkoholik, dan pola hidup penuh stress.
d)     Jelaskan tentang terapi, obat-obatan serta efek samping yang terjadi.
Rasionalisasi : menjelaskan factor resiko dan kemungkinan yang diubah serta manfaat yang dapat diambil.
e)      Anjurkan klien untuk konsultasi dengan pemberi peringatan sebelum menggunakan obat yang diresepkan ataupun yang tidak diresepkan.
Rasionalisasi : kewaspadaan penting dalam pencegahan interaksi obat yang kemungkinan berbahaya











DAFTAR PUSTAKA

·         Brunner and Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
·         Doengoes ( 1993 ). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
·         Smith T. 1995. Tekanan Darah Tinggi. Cetakan V. Arcan.Jakarta
·         Sobel, B. J. M. D. and George L. Bakris, M . D . FACP. 1999 . Pedoman KLinis diagnosa dan Terapi Hipertensi. Penerbit Hipokrates.
·         http://adiet-blogspotcom.blogspot.com/2012/09/laporan-pendahuluan-hipertensi_2.html